Saat pertandingan antara Crystal Palace melawan Nottingham Forest di Stadion Selhurst Park pada 24 Agustus 2025, suporter tuan rumah di bagian Holmesdale End menampilkan sebuah spanduk kontroversial. Spanduk itu menggambarkan pemilik Forest, Evangelos Marinakis, seakan-akan menodongkan pistol kepada pemain Forest, Morgan Gibbs-White. Gambar tersebut mengandung unsur visual mengancam serta sindiran provokatif terhadap drama transfer Gibbs‑White yang sempat mencuat pada musim panas ini.
Latar Belakang Konflik
Ketegangan antara kedua klub sebenarnya ditimbulkan oleh konflik administratif: Crystal Palace dihukum dan dilarang berpartisipasi di Liga Europa karena pelanggaran aturan kepemilikan ganda oleh UEFA—kepemilikan bersama oleh John Textor terhadap Lyon dianggap melanggar regulasi. Nottingham Forest menerima tempat di Liga Europa sebagai konsekuensinya. Frustrasi pendukung Palace terhadap sistem tersebut memunculkan protes, termasuk demonstrasi massal di luar stadion.
Reaksi dan Tindakan FA
FA (Football Association) kemudian meluncurkan penyelidikan formal terhadap insiden tersebut. Markas otoritas sepak bola Inggris ini mengevaluasi apakah spanduk itu melanggar aturan mengenai pesan ofensif, fitnah, atau motif politik yang dilarang di dalam stadion.
Sumber-sumber melaporkan bahwa Nottingham Forest menilai spanduk tersebut tidak hanya provokatif, tetapi juga bersifat xenofobik, dan mereka menyayangkan Crystal Palace tidak melakukan tindakan tegas preventif terhadap tampilan spanduk itu. Situasi ini semakin memperkeruh hubungan antara kedua klub, yang saat itu sudah diwarnai konflik regulasi dan politik antar pemilik.
Dalam Konteks Lebih Luas
Peristiwa ini mencerminkan tren dalam sepak bola modern, di mana drama di luar lapangan—seperti urusan kepemilikan, regulasi UEFA, dan ketidakpuasan suporter—bisa membayangi jalannya pertandingan di lapangan. Perhatian publik dan media kini sering kali tertuju pada konflik administratif dan politik daripada hanya performa para pemain.
Dengan demikian, spanduk tersebut dianggap telah melampaui batas dalam ekspresi supporter: bukan sekadar kritik terhadap pemilik dan otoritas, tetapi membawa visual yang mendramatisasi konflik hingga menimbulkan penyelidikan resmi dari otoritas sepak bola.